Rabu, 09 Januari 2013

Skandal Etika Dibidang Akuntansi

Kasus 1 
Kredit Macet Rp 52 Miliar Perusahaan Raden Motor, Akuntan Publik Diduga Terlibat Pada Tahun 2009 
Berdasarkan referensi yang saya baca di kompas.com bahwa seorang akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada 2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit macet. Hal ini terungkap setelah pihak Kejati Jambi mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut pada kredit macet untuk pengembangan usaha di bidang otomotif tersebut. Ada empat kegiatan data laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut oleh akuntan publik, sehingga terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya. 
Pada kasus ini adanya kegiatan praktek manipulasi laporan keuangan yang dilakukan oleh seorang akuntan publik, dimana seharusnya seorang akuntan melakukan tugasnya sesuai kode etik yang sudah ditetapkan oleh undang-undang yang sudah berlaku. Pada tugasnya ada empat kegiatan data laporan keuangan tersebut tidak disebutkan apa saja akan tetapi hal itu tentu saja membuat terjadinya kecurangan untuk mandapatkan kredit dari bank tersebut untuk lancarnya proses pencairan kredit padahal dari data yang seharusnya disebutkan atau disajikan belum tentu mendapat penerimaan kredit sehinnga timbul untuk memanipulasi pada data laporan keuangan perusahaan Raden Motor.

Kasus 2 
PT. Kereta Api yang Mengalami Praktek Akuntansi dalam Memanipulasi Laporan Keuangan 
Berdasarkan referensi yang saya baca di antaranews.com bahwa adanya praktek akuntansi yang melanggar kode etik dimana dalam penyajian laporan keuangan tersebut dimanipulasi oleh seorang yang mengerti akuntansi, yang seharusnya perusahaan mengalami rugi tapi malah mengalami keuntungan. Kejadian ini terjadi sekitar tahun 2005 dimana praktek tersebut terjadi dan yang seharusnya pada tahun 2006 mengadakan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) tapi dipending akibat terjadinya kasus ini. Adanya sejumlah pos yang sebetulnya harus dinyatakan sebagai beban bagi perusahaan tetapi malah dinyatakan masih sebagai aset perusahaan, ini praktek-praktek akuntansi sebetulnya yang mengerti orang akuntansi dan auditornya membiarkan begitu saja. Sehingga komisaris menginginkan kepada jajaran direksi untuk memperbaiki laporan tersebut agar tidak terjadinya kesalahan dalam praktek-praktek akuntansi dan jauh dari kegiatan manipulasi pada laporan keuangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar